Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian
dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB. Angka
kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun
tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000
diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta
diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular
dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif
(15-55 tahun). Demikian penjelasan Dirjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama pada acara temu
media di kantor Kemkes, 18 Februari. Acara ini dilakukan sebagai
rangkaian Hari TB Sedunia (HTBS) yang diperingati setiap tanggal 24
Maret. Tema Global HTBS adalah On the Move Against Tuberculosis,
Transforming the Fight Towards Elimination. Sementara tema Nasional HTBS
adalah Terobosan Melawan Tuberkulosis menuju Indonesia Bebas TB.
Menurut
Prof. Tjandra Yoga, sedikitnya ada 3 faktor yang menyebabkan tingginya
kasus TB di Indonesia. Waktu pengobatan TB yang relatif lama (6 – 8
bulan) menjadi penyebab penderita TB sulit sembuh karena pasien TB
berhenti berobat (drop) setelah merasa sehat meski proses pengobatan
belum selesai. Selain itu, masalah TB diperberat dengan adanya
peningkatan infeksi HIV/AIDS yang berkembang cepat dan munculnya
permasalahan TB-MDR (Multi Drugs Resistant=kebal terhadap bermacam
obat). Masalah lain adalah adanya penderita TB laten, dimana penderita
tidak sakit namun akibat daya tahan tubuh menurun, penyakit TB akan
muncul.
Penyakit TB juga berkaitan dengan economic lost yaitu kehilangan pendapatan rumah tangga
Menurut
WHO, seseorang yang menderita TB diperkirakan akan kehilangan
pendapatan rumah tangganya sekitar 3 – 4 bulan. Bila meninggal akan
kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar15tahun.
“Dari sini
dapat dihitung kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh TB. TB sangat
erat dengan program pengentasan kemiskinan. Orang yang miskin akan
menyebabkan kekurangan gizi dan penurunan daya tahan tubuh sehingga
rentan tertular dan sakit TB, begitu sebaliknya orang terkena TB akan
mengurangi pendapatannya,” ujar Prof. Tjandra.
Dunia telah
menempatkan TB sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian
MDGs. Secara umum ada 4 indikator yang diukur, yaitu Prevalensi,
Mortalitas, Penemuan kasus dan Keberhasilan pengobatan. Dari ke-4
indikator tersebut 3 indikator sudah dicapai oleh Indonesia, angka
kematian yang harus turun separuhnya pada tahun 2015 dibandingkan dengan
data dasar (baseline data) tahun 1990, dari 92/100.000 penduduk menjadi
46/100.000 penduduk. Indonesia telah mencapai angka 39/100.000 penduduk
pada tahun 2009. Angka Penemuan kasus (case detection rate) kasus TB
BTA positif mencapai lebih 70%. Indonesia telah mencapai angka 73,1%
pada tahun 2009 dan mencapai 77,3% pada tahun 2010. Angka ini akan terus
ditingkatkan agar mencapai 90% pada tahun 2015 sesuai target RJPMN.
Angka keberhasilan pengobatan (success rate) telah mencapai lebih dari
85%, yaitu 91% pada tahun 2009.
Berdasarkan laporan WHO dalam
Global Report 2009, pada tahun 2008 Indonesia berada pada peringkat 5
dunia penderita TB terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan dan
Nigeria. Peringkat ini turun dibandingkan tahun 2007 yang menempatkan
Indonesia pada posisi ke-3 kasus TB terbanyak setelah India dan China.
Menurut
Prof. Tjandra Yoga, Program TB Nasional telah mencapai target dunia
sejak tahun 2005 dengan penemuan kasus TB BTA (Basil Tahan Asam) positif
sekitar 70% dan mencapai keberhasilan pengobatan lebih dari 85% bahkan
sejak tahun 2000. Penemuan dengan lebih dari 70% dan keberhasilan
pengobatan >85% secara berurut lebih dari 5 tahun akan menurunkan
prevalensi dan penurunan insidens.
Strategi nasional
pengendalian TB telah sejalan dengan petunjuk internasional (WHO DOTS
dan strategi baru Stop TB), serta konsisten dengan Rencana Global
Penanggulangan TB yang diarahkan untuk mencapai Target Global TB 2005
dan Tujuan Pembangunan Milenium 2015.
Strategi yang
direkomendasikan untuk mengendalikan TB (DOTS = Directly Observed
Treatment Shortcourse) terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen pemerintah
untuk mempertahankan control terhadap TB; deteksi kasus TB di antara
orang-orang yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan dahak;
pengobatan teratur selama 6-8 bulan yang diawasi; persediaan obat TB
yang rutin dan tidak terputus; dan sistem laporan untuk monitoring dan
evaluasi perkembangan pengobatan dan program.
Selain itu, rencana
global penanggulangan TB didukung oleh 6 komponen dari Strategi
Penanggulangan TB baru yang dikembangkan WHO, yaitu mengejar peningkatan
dan perluasan DOTS yang berkualitas tinggi, menangani kasus ko-infeksi
TB-HIV, kekebalan ganda terhadap obat anti TB dan tantangan lainnya,
berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan, menyamakan persepsi
semua penyedia pelayanan, memberdayakan pasien TB dan masyarakat serta
mewujudkan dan mempromosikan penelitian
DOTS sangat penting
untuk penanggulangan TB selama lebih dari satu dekade, dan tetap menjadi
komponen utama dalam strategi penanggulangan TB yang terus diperluas,
termasuk pengelolaan kasus kekebalan obat anti TB, TB terkait HIV,
penguatan sistem kesehatan, keterlibatan seluruh penyedia layanan
kesehatan dan masyarakat, serta promosi penelitian.
Pada
peringatan HTBS 2011 dilaksanakan beberapa acara diantaranya Kongres
Nasional TB tanggal 25-26 Maret 2011, Pameran Kesehatan dan Bazar
Kelompok Masyarakat Peduli TB, dan Senam Akbar di Monas tanggal 27 Maret
2011. Sementara Acara Puncak Peringatan HTBS, tanggal 24 Maret 2011
diselenggarakan di Istana Wakil Presiden.
Sumber:KEMENKES RI (www.penyakitmenular.info)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar